Suasana hangat mewarnai pelantikan pejabat baru di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok. Dalam sambutannya, pimpinan daerah menegaskan bahwa pejabat yang baru dilantik harus cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja sekaligus memperkuat program inovatif yang kini populer disebut Mahjong Ways 2. Meski awalnya terdengar tidak biasa, istilah ini dipahami sebagai simbol perubahan, kolaborasi, dan kreativitas yang diharapkan bisa memberi inspirasi dalam pelayanan publik.
Bagi pejabat baru, adaptasi bukan hanya soal memahami prosedur birokrasi, tetapi juga soal membangun komunikasi dengan masyarakat, tenaga kesehatan, dan berbagai pemangku kepentingan. Kota Depok menghadapi tantangan besar: peningkatan layanan kesehatan, literasi kesehatan masyarakat, hingga penguatan infrastruktur. Dalam konteks inilah istilah “perkuat Mahjong Ways 2” dipakai sebagai metafora untuk memperkuat inovasi dan kerja sama lintas sektor.
Istilah Mahjong Ways 2 di sini digunakan sebagai simbol budaya populer yang dekat dengan anak muda. Ia mencerminkan dinamika, kreativitas, dan semangat baru. Pemerintah lokal mencoba memanfaatkan istilah ini untuk mempermudah komunikasi dengan generasi milenial dan Gen Z. Harapannya, jargon yang akrab di telinga remaja mampu menjembatani pesan serius tentang pentingnya kesehatan dan pelayanan publik.
Adaptasi adalah kunci keberhasilan pejabat baru. Mereka harus cepat memahami kondisi internal organisasi, mengenali kebutuhan masyarakat, dan menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tantangan yang ada. Tanpa adaptasi, program sekecil apa pun sulit berjalan optimal. Analogi Mahjong Ways 2 digunakan karena gim ini mengajarkan strategi, ketelitian, dan kemampuan membaca pola—keterampilan yang relevan untuk pemimpin di birokrasi modern.
Dalam beberapa tahun terakhir, Dinkes Depok menghadapi beragam isu: mulai dari pengendalian penyakit menular, peningkatan layanan puskesmas, hingga kampanye gizi sehat untuk anak. Dengan adanya pejabat baru, publik berharap program ini semakin diperkuat. “Perkuat Mahjong Ways 2” dijadikan jargon agar pejabat tidak hanya bekerja normatif, tetapi juga berinovasi dalam mengedukasi masyarakat.
Tak butuh waktu lama, istilah ini langsung menjadi bahan diskusi di media sosial. Banyak warganet menanggapinya dengan humor, namun tak sedikit juga yang memuji keberanian pejabat menggunakan istilah populer. Media sosial memberi panggung bagi komunikasi pemerintah yang lebih cair, sehingga jargon ini dianggap sukses menarik perhatian masyarakat luas.
Generasi muda cenderung skeptis terhadap jargon birokrasi. Namun, ketika istilah yang mereka kenal dipakai pejabat, muncul rasa kedekatan. Mereka merasa diperhatikan dan diajak terlibat. Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk mendorong anak muda aktif dalam program kesehatan, misalnya menjadi relawan, duta gizi, atau penggerak literasi kesehatan di sekolah.
Meski menarik, penggunaan istilah populer juga menuai kritik. Ada yang menilai bahwa mengaitkan birokrasi dengan gim bisa menurunkan keseriusan. Namun, jika dipahami sebagai metafora, jargon ini justru memperkaya komunikasi publik. Tantangan bagi pejabat baru adalah memastikan bahwa di balik jargon ada program nyata yang dapat diukur dampaknya.
Dari fenomena ini, ada pelajaran penting bahwa komunikasi publik tidak bisa lagi menggunakan bahasa kaku. Pemerintah harus menemukan cara agar pesannya diterima lintas generasi. Jargon seperti Mahjong Ways 2 bisa dipakai sebagai alat, asalkan diikuti kerja nyata. Jika tidak, publik hanya akan menilainya sebagai gimmick belaka.
Pelantikan pejabat baru Dinkes Depok disertai pesan penting: segera beradaptasi dan perkuat “Mahjong Ways 2”. Di balik istilah yang terdengar ringan, ada makna serius: inovasi, kolaborasi, dan pelayanan publik yang profesional. Generasi muda merasa lebih dekat, masyarakat merasa lebih diperhatikan, dan birokrasi ditantang untuk lebih kreatif. Jika jargon ini benar-benar diwujudkan dalam program nyata, bukan tidak mungkin Depok menjadi contoh kota dengan layanan kesehatan yang adaptif dan inspiratif.